Rabu, 26 Oktober 2016

BAB I Dioda Semi Konduktor

1. DIODA SEMIKONDUKTOR Dioda merupakan komponen elektronika non-linier yang sederhana. Struktur dasar dioda berupa bahan semikonduktor type P yang disambung dengan bahan type N. Pada ujung bahan type P dijadikan terminal Anoda (A) dan ujung lainnya katoda (K), sehingga dua ter-minal inilah yang menyiratkan nama dioda. Operasi dioda ditentukan oleh polaritas relatif kaki Anoda terhadap kaki Katoda. Karakteristik dioda terdiri atas kurva maju dan kurva mundur. Pada bias maju arus mengalir dengan besar se-dangkan pada bias mundur yang mengalir hanya arus bocor kecil. Operasi semua komponen benda padat seperti dioda, LED, Transistor Bipolar dan FET serta Op-Amp atau rangkaian terpadu lainnya (solid state) didasarkan atas sifat-sifat semikon-duktor. Secara umum semikonduktor adalah bahan yang sifat-sifat kelistrikannya terletak an-tara sifat-sifat konduktor dan isolator. Sifat-sifat kelistrikan konduktor maupun isolator tidak mudah berubah oleh pengaruh temperatur, cahaya atau medan magnit, tetapi pada semikon-duktor sifat-sifat tersebut sangat sensitif. Elemen terkecil dari suatu bahan yang masih memiliki sifat-sifat kimia dan fisika yang sama adalah atom. Suatu atom terdiri atas tiga partikel dasar, yaitu: neutron, proton, dan elek-tron. Dalam struktur atom, proton dan neutron membentuk inti atom yang bermuatan positip dan sedangkan elektron-elektron yang bermuatan negatip mengelilingi inti. Elektron-elektron ini tersusun berlapis-lapis. Struktur atom dengan model Bohr dari bahan semikonduktor yang paling banyak digunakan, silikon dan germanium 2. TEORI SEMIKONDUKTOR Elektron yang menempati lapisan terluar disebut sebagai elektron valensi. Atom sili-kon dan germanium masing-masing mempunyai empat elektron valensi. Oleh karena itu baik atom silikon maupun atom germanium disebut juga dengan atom tetra-valent (bervalensi em-pat). Empat elektron valensi tersebut terikat dalam struktur kisi-kisi, sehingga setiap elektron valensi akan membentuk ikatan kovalen dengan elektron valensi dari atom-atom yang berse-belahan. Struktur kisi-kisi kristal silikon murni dapat digambarkan secara dua dimensi guna memudahkan pembahasan. Meskipun terikat dengan kuat dalam struktur kristal, namun bisa saja elektron valensi tersebut keluar dari ikatan kovalen menuju daerah konduksi apabila diberikan energi panas. Bila energi panas tersebut cukup kuat untuk memisahkan elektron dari ikatan kovalen maka elektron tersebut menjadi bebas atau disebut dengan elektron bebas. Pada suhu ruang terdapat kurang lebih 1.5 x 1010 elektron bebas dalam 1 cm3 bahan silikon murni (intrinsik) dan 2.5 x 1013 elektron bebas pada germanium. Semakin besar energi panas yang diberikan semakin banyak jumlah elektron bebas yang keluar dari ikatan kovalen, dengan kata lain konduktivitas bahan meningkat. Setiap elektron yang menempati suatu orbit tertentu dalam struktur atom tunggal (atau terisolasi) akan mempunyai level energi tertentu. Semakin jauh posisi orbit suatu elektron, maka semakin besar level energinya. Oleh karena itu elektron yang menduduki posisi orbit terluar dalam suatu struktur atom atau yang disebut dengan elektron valensi, akan mempunyai level energi terbesar. Sebaliknya elektron yang paling dekat dengan inti mempunyai level energi terkecil. Di antara level energi individual yang dimiliki elektron pada orbit tertentu terdapat ce-lah energi yang mana tidak dimungkinkan adanya elektron mengorbit. Oleh karena itu celah ini disebut juga dengan daerah terlarang. Suatu elektron tidak dapat mengorbit pada daerah terlarang, tetapi bisa melewatinya dengan cepat. Misalnya bila suatu elektron pada orbit ter-tentu mendapatkan energi tambahan dari luar (seperti energi panas), sehingga level energi elektron tersebut bertambah besar, maka elektron akan meloncat ke orbit berikutnya yang le-bih luar yakni dengan cepat melewati daerah terlarang. Hal ini berlaku juga sebaliknya, yaitu apabila suatu elektron dipaksa kembali ke orbit yang lebih dalam, maka elektron akan menge-luarkan energi. Dengan kata lain, elektron yang berpindah ke orbit lebih luar akan membu-tuhkan energi, sedangkan bila berpindah ke orbit lebih dalam akan mengeluarkan energi. Besarnya energi dari suatu elektron dinyatakan dengan satuan elektron volt (eV). Hal ini disebabkan karena definisi energi merupakan persamaan: W = Q.V.................. (1.1) dimana: W = energi [Joule (J)] Q = muatan (Coulomb) V = potensial listrik [Volt (V)] Dengan potensial listrik sebesar 1 V dan muatan elektron sebesar 1.602-19 C, maka energi da-ri sebuah elektron dapat dicari: W = (1.602-19 C) (1 V) = 1.602-19 J Hasil tersebut menunjukkan bahwa untuk memindahkan sebuah elektron melalui beda poten-sial sebesar 1 V diperlukan energi sebesar 1.602-19 J. Atau dengan kata lain: 1 eV =1.602-19 J Bila atom-atom tunggal dalam suatu bahan saling berdekatan (dalam kenyatannya memang mesti demikian) sehingga membentuk suatu kisi-kisi kristal, maka atom-atom akan berinteraksi dengan mempunyai ikatan kovalen. Karena setiap elektron valensi level ener-ginya tidak tepat sama, maka level energi jutaan elektron valensi dari suatu bahan akan mem-bentuk range energi atau yang disebut dengan pita energi valensi atau pita valensi. Suatu energi bila diberikan kepada elektron valensi, maka elektron tersebut akan me-loncat keluar. Oleh karena elektron valensi terletak pada orbit terluar dari struktur atom, ma-ka elektron tersebut akan meloncat ke daerah pita konduksi. Pita konduksi merupakan level energi dimana elektron terlepas dari ikatan inti atom atau menjadi elektron bebas. Jarak ener-gi antara pita valensi dan pita konduksi disebut dengan pita celah atau daerah terlarang. Seberapa besar perbedaan energi, Eg, (jarak energi) antara pita valensi dan pita kon-duksi pada suatu bahan akan menentukan apakah bahan tersebut termasuk isolator, semikon-duktor atau konduktor. Eg adalah energi yang diperlukan oleh elektron valensi untuk berpin-dah dari pita valensi ke pita konduksi. Eg dinyatakan dalam satuan eV (elektron volt). Se-makin besar Eg, semakin besar energi yang dibutuhkan elektron valensi untuk berpindah ke pita konduksi. Pada bahan-bahan isolator jarak antara pita valensi dan pita konduksi (daerah terla-rang) sangat jauh. Pada suhu ruang hanya ada sedikit sekali (atau tidak ada) elektron valensi yang sampai keluar ke pita konduksi. Sehingga pada bahan-bahan ini tidak dimungkinkan terjadinya aliran arus listrik. Diperlukan Eg paling tidak 5 eV untuk mengeluarkan elektron valensi ke pita konduksi. Pada bahan semikonduktor lebar daerah terlarang relatif kecil. Pada suhu mutlak 0° Kelvin, tidak ada elektron valensi yang keluar ke pita konduksi, sehingga pada suhu ini bahan semikonduktor merupakan isolator yang baik. Namun pada suhu ruang, energi panas mampu memindahkan sebagian elektron valensi ke pita konduksi (menjadi elektron bebas). Pada ba-han silikon dan germanium masing-masing Eg-nya adalah 1.1 eV dan 0.67 eV. Tempat yang ditinggalkan elektron valensi ini disebut dengan hole. Pada gambar 1.4 dilukiskan dengan lingkaran kosong. Meskipun hole ini secara fisik adalah kosong, namun secara listrik bermuatan positip, karena ditinggalkan oleh elektron yang bermuatan negatip. Level energi suatu hole adalah terletak pada pita valensi, yaitu tempat asalnya elektron valen-si. Apabila ada elektron valensi berpindah dan menempati suatu hole dari atom sebelahnya,maka hole menjadi tersisi dan tempat dari elektron yang berpindah tersebut menjadi kosong atau hole. Dengan demikian arah gerakan hole (seolah-olah) berlawanan dengan arah gerakan elektron. Sedangkan pada bahan konduktor pita valensi dan pita konduksi saling tumpang tin-dih. Elektron-elektron valensi sekaligus menempati pada pita konduksi. Oleh karena itu pada bahan konduktor meskipun pada suhu Oo K, cukup banyak elektron valensi yang berada di pi-ta konduksi (elektron bebas). 3. SEMIKONDUKTOR TYPE N Apabila bahan semikonduktor intrinsik (murni) diberi (didoping) dengan bahan berva-lensi lain maka diperoleh semikonduktor ekstrinsik. Pada bahan semikonduktor intrinsik, jumlah elektron bebas dan holenya adalah sama. Konduktivitas semikonduktor intrinsik san-gat rendah, karena terbatasnya jumlah pembawa muatan yakni hole maupun elektron bebas tersebut. Jika bahan silikon didoping dengan bahan ketidak murnian (impuritas) bervalensi lima (penta-valens), maka diperoleh semikonduktor tipe n. Bahan dopan yang bervalensi lima ini misalnya antimoni, arsenik, dan pospor. Karena atom antimoni (Sb) bervalensi lima, maka empat elektron valensi menda-patkan pasangan ikatan kovalen dengan atom silikon sedangkan elektron valensi yang kelima tidak mendapatkan pasangan. Oleh karena itu ikatan elektron kelima ini dengan inti menjadi lemah dan mudah menjadi elektron bebas. Karena setiap atom dopan ini menyumbang se-buah elektron, maka atom yang bervalensi lima disebut dengan atom donor. Dan elektron “bebas” sumbangan dari atom dopan inipun dapat dikontrol jumlahnya atau konsentrasinya. Meskipun bahan silikon type n ini mengandung elektron bebas (pembawa mayoritas) cukup banyak, namun secara keseluruhan kristal ini tetap netral karena jumlah muatan positip pada inti atom masih sama dengan jumlah keseluruhan elektronnya. Pada bahan type n dis-amping jumlah elektron bebasnya (pembawa mayoritas) meningkat, ternyata jumlah holenya (pembawa minoritas) menurun. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya jumlah elektron bebas, maka kecepatan hole dan elektron ber-rekombinasi (bergabungnya kembali elektron dengan hole) semakin meningkat. Sehingga jumlah holenya menurun. Jarak antara pita konduksi dengan level energi donor sangat kecil yaitu 0.05 eV untuk silikon dan 0.01 eV untuk germanium. Oleh karena itu pada suhu ruang saja, maka semua elektron donor sudah bisa mencapai pita konduksi dan menjadi elektron bebas. Karena atom-atom donor telah ditinggalkan oleh elektron valensinya (yakni menjadi elektron bebas), maka menjadi ion yang bermuatan positip. Sehingga digambarkan dengan tanda positip. Sedang-kan elektron bebasnya menjadi pembawa mayoritas. Dan pembawa minoritasnya berupa hole. 4. SEMIKONDUKTOR TYPE P Apabila bahan semikonduktor murni (intrinsik) didoping dengan bahan impuritas (ke-tidak-murnian) bervalensi tiga, maka akan diperoleh semikonduktor type p. Bahan dopan yang bervalensi tiga tersebut misalnya boron, galium, dan indium. Karena atom dopan mempunyai tiga elektron valensi, maka hanya tiga ikatan kovalen yang bisa dipenuhi. Sedangkan tempat yang seharusnya membentuk ikatan kovalen keempat menjadi kosong (membentuk hole) dan bisa di-tempati oleh elektron valensi lain. Dengan demikian sebuah atom bervalensi tiga akan me-nyumbangkan sebuah hole. Atom bervalensi tiga (trivalent) disebut juga atom akseptor, kare-na atom ini siap untuk menerima elektron. Seperti halnya pada semikonduktor type n, secara keseluruhan kristal semikonduktor type n ini adalah netral. Karena jumlah hole dan elektronnya sama. Pada bahan type p, hole merupakan pembawa muatan mayoritas. Karena dengan penambahan atom dopan akan me-ningkatkan jumlah hole sebagai pembawa muatan. Sedangkan pembawa minoritasnya adalah elektron. Jarak antara level ener-gi akseptor dengan pita valensi sangat kecil yaitu sekitar 0.01 eV untuk germanium dan 0.05 eV untuk silikon. Dengan demikian hanya dibutuhkan energi yang sangat kecil bagi elektron valensi untuk menempati hole di level energi akseptor. Oleh karena itu pada suhur ruang ba-nyak sekali jumlah hole di pita valensi yang merupakan pembawa muatan. Bahan semikonduktor type p dapat dilukiskan seperti pada gambar 1.10. Karena atom-atom akseptor telah menerima elektron, maka menjadi ion yang bermuatan negatip. Se-hingga digambarkan dengan tanda negatip. Pembawa mayoritas berupa hole dan pembawa minoritasnya berupa elektron. Dioda semikonduktor dibentuk dengan cara menyambungkan semikonduktor type p dan type n. Pada saat terjadinya sambungan (junction) p dan n, hole-hole pada bahan p dan elektron-elektron pada bahan n disekitar sambungan cenderung untuk berkombinasi. Hole dan elektron yang berkombinasi ini saling meniadakan, sehingga pada daerah sekitar sambun-gan ini kosong dari pembawa muatan dan terbentuk daerah pengosongan (depletion region). Oleh karena itu pada sisi p tinggal ion-ion akseptor yang bermuatan negatip dan pada sisi n tinggal ion-ion donor yang bermuatan positip. Namun proses ini tidak berlangsung te-rus, karena potensial dari ion-ion positip dan negatip ini akan mengahalanginya. Tegangan atau potensial ekivalen pada daerah pengosongan ini disebut dengan tegangan penghalang 5. BIAS MUNDUR (Reverse Bias) Bias mundur adalah pemberian tegangan negatip baterai ke terminal anoda (A) dan te-gangan positip ke terminal katoda (K) dari suatu dioda. Dengan kata lain, tegangan anoda ka-toda VA-K adalah negatip (VA-K < 0). Karena pada ujung anoda (A) yang berupa bahan tipe p diberi tegangan negatip, maka hole-hole (pembawa mayoritas) akan tertarik ke kutup negatip baterai menjauhi persambun-gan. Demikian juga karena pada ujung katoda (K) yang berupa bahan tipe n diberi tegangan positip, maka elektron-elektron (pembawa mayoritas) akan tertarik ke kutup positip baterai menjauhi persambungan. Sehingga daerah pengosongan semakin lebar, dan arus yang dis-ebabkan oleh pembawa mayoritas tidak ada yang mengalir. Sedangkan pembawa minoritas yang berupa elektron (pada bahan tipe p) dan hole (pada bahan tipe n) akan berkombinasi sehingga mengalir arus jenuh mundur (reverse satura-tion current) atau Is. Arus ini dikatakan jenuh karena dengan cepat mencapai harga maksi-mum tanpa dipengaruhi besarnya tegangan baterai. Besarnya arus ini dipengaruhi oleh tem-peratur. Makin tinggi temperatur, makin besar harga Is. Pada suhu ruang, besarnya Is ini da-lam skala mikro-amper untuk dioda germanium, dan dalam skala nano-amper untuk dioda silikon. 6. BIAS MAJU (Foward Bias) Apabila tegangan positip baterai dihubungkan ke terminal Anoda (A) dan negatipnya ke terminal katoda (K), maka dioda disebut mendapatkan bias maju (foward bias). Dengan demikian VA-K adalah positip atau VA-K > 0. Dengan pemberian polaritas tegangan VA-K positip, maka pembawa mayoritas dari bahan tipe p (hole) akan tertarik oleh kutup negatip baterai me-lewati persambungan dan berkombinasi dengan elektron (pembawa mayoritas bahan tipe n). Demikian juga elektronnya akan tertarik oleh kutup positip baterai untuk melewati persam-bungan. Oleh karena itu daerah pengosongan terlihat semakin menyempit pada saat dioda di-beri bias maju. Dan arus dioda yang disebabkan oleh pembawa mayoritas akan mengalir, yaitu ID. Sedangkan pembawa minoritas dari bahan tipe p (elektron) dan dari bahan tipe n (hole) akan berkombinasi dan menghasilkan Is. Arah Is dan ID adalah berlawanan. Namun karena Is jauh lebih kecil dari pada ID, maka secara praktis besarnya arus yang mengalir pada dioda ditentukan oleh ID. Pada saat dioda diberi bias maju, yakni bila VA-K positip, maka arus ID akan naik dengan cepat setelah VA-K mencapai tegangan cut-in (Vγ). Tegangan cut-in (Vγ) ini ki-ra-kira sebesar 0.2 Volt untuk dioda germanium dan 0.6 Volt untuk dioda silikon. Dengan pemberian tegangan baterai sebesar ini, maka potensial penghalang (barrier potential) pada persambungan akan teratasi, sehingga arus dioda mulai mengalir dengan cepat. Disini juga terdapat dua kurva, yaitu untuk dioda germanium dan silikon. Besarnya arus jenuh mundur (reverse saturation current) Is untuk dioda germa-nium adalah dalam orde mikro amper dalam contoh ini adalah 1 µA. Sedangkan untuk dioda silikon Is adalah dalam orde nano amper dalam hal ini adalah 10 nA. Apabila tegangan VA-K yang berpolaritas negatip tersebut dinaikkan terus, maka sua-tu saat akan mencapai tegangan patah (break-down) dimana arus Is akan naik dengan tiba-tiba. Pada saat mencapai tegangan break-down ini, pembawa minoritas dipercepat hingga mencapai kecepatan yang cukup tinggi untuk mengeluarkan elektron valensi dari atom. Ke-mudian elektron ini juga dipercepat untuk membebaskan yang lainnya sehingga arusnya se-makin besar. Pada dioda biasa pencapaian tegangan break-down ini selalu dihindari karena dioda bisa rusak. Hubungan arus dioda (ID) dengan tegangan dioda (VD) dapat dinyatakan dalam per-samaan matematis yang dikembangkan oleh W. Shockley, yaitu: ID = Is [e(VD/n.VT) - 1] .......(1.2) dimana: ID = arus dioda (amper) Is = arus jenuh mundur (amper) e = bilangan natural, 2.71828... VD = beda tegangan pada dioda (volt) n = konstanta, 1 untuk Ge; dan ≈ 2 untuk Si VT = tegangan ekivalen temperatur (volt) Harga Is suatu dioda dipengaruhi oleh temperatur, tingkat doping dan geometri dioda. Dan konstanta n tergantung pada sifat konstruksi dan parameter fisik dioda. Sedangkan harga VT ditentukan dengan persamaan: kT VT =  Dimana: k= konstanta Boltzmann, 1.381 x 10-23 J/K (J/K artinya joule per derajat kelvin) T= temperatur mutlak (kelvin) q= muatan sebuah elektron, 1.602 x 10-19 C Pada temperatur ruang, 25 oC atau 273 + 25 = 298 K, dapat dihitung besarnya VT yaitu: (1.381 x 10-23 J/K)(298K) VT =  1.602 x 10-19 C = 0.02569 J/C ≅ 26 mV Harga VT adalah 26 mV ini perlu diingat untuk pembicaraan selanjutnya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa arus jenuh mundur, Is, dipengaruhi oleh bebera-pa faktor seperti: doping, persambungan, dan temperatur. Namun karena dalam pemakaian suatu komponen dioda, faktor doping dan persambungan adalah tetap, maka yang perlu men-dapat perhatian serius adalah pengaruh temperatur. Untuk ID tertentu, VD turun bila suhu dinaikkan. Apabila temperatur dioda dinaikkan, maka tegangan cut-in (Vγ) turun. Sebaliknya bi-la temperatur turun, maka Vγ naik. Dengan asumsi bahwa ID tetap, hubungan antara tempe-ratur dengan tegangan cut-in (Vγ) dapat dinyatakan dengan persamaan: Vγ(T1) - Vγ(To) = k(T1 - To).......(1-4) Dimana: To= temperatur ruang, atau 25 OC T1= temperatur dioda yang baru (OC) Vγ(T1)= tegangan cut-in pada temperatur ruang (volt) Vγ(To)= tegangan cut-in yang baru (volt) k= koefisien temperatur dalam V/OC Harga k umumnya oleh para ahli dianggap tetap, yaitu: k = -2.5 mV/OCuntuk dioda germanium k = -2.0 mV/OCuntuk dioda silicon Selain mempengaruhi tegangan cut-in (Vγ), temperatur dioda juga mempengaruhi arus jenuh mundur, Is. Arus Is kira-kira naik dua kali lipat apabila temperatur dioda naik 10 OC. Secara matematis pengaruh temperatur terhadap arus Is dapat dinyatakan: Is(T2) = Is(T1).2(T2 - T1)/10 7. RESISTEANSI DIODA Karena kurva karakteristik dioda tidak linier, maka resistansi dioda berbeda-beda anta-ra satu titik operasi ke titik operasi lainnya. Pemberian tegangan dc kepada suatu rangkaian yang ada dioda semikonduktornya akan menentukan titik kerja dioda tersebut pada kurva ka-rakteristik. Apabila tegangan dc yang diberikan tidak berubah maka titik kerja dioda juga ti-dak berubah. Perbandingan antara tegangan pada titik kerja dengan arus yang mengalir pada dioda disebut dengan Resistansi DC atau Resistansi Statis. VD ......................(1.6) RD =  ID Resistansi dc pada daerah bias maju akan lebih kecil dibanding dengan resistansi pada daerah bias mundur. Apabila sinyal sinus diberikan di sekitar titik kerja, maka titik kerja akan berayun ke atas dan ke bawah. Perbandingan antara perubahan tegangan dengan perubahan arus disekitar titik kerja disebut dengan Resistansi AC atau Resistansi Dinamik. Perubahan tegangan maupun arus harus dibuat sekecil mungkin serta titik-Q merupakan titik tengahnya perubahan tersebut. Menetukan resistansi dinamik secara grafis seperti diuraikan di atas diperlukan adanya kurva karakteristik dengan skala pengukuran yang benar. Cara lain untuk menentukan resis-tansi dinamik adalah melalui persamaan matematis. Yaitu dengan mendiferensialkan persa-maan 1.2, maka diperoleh: d d (iD) = {Is[e(VD/n.VT) - 1]} dVDdVD diD (iD + Is)  =  dVDn.VT Resistansi dinamik adalah kebalikan dari persamaan tersebut, yaitu: n.VT rd = (iD + Is) Karena iD >> Is, dan dianggap n = 1 dan VT = 26mV, maka: 26 mV rd = iD 26 mV rd =.................(1.7) iD Apabila harga ID cukup kecil dan harga n = 2, maka hasilnya perlu dikalikan 2. Resistansi total dari komponen dioda adalah rd ditambah dengan resistansi bahan semikonduktor (bulk resistansi) serta resistansi karena hubungan konektor dengan bahan (contact resistansi). 8. RANGKAIAN EKUIVALEN DIODA Rangkaian ekivalen adalah gabungan dari beberapa elemen yang dianggap paling me-wakili karakteristik suatu komponen atau sistem yang sesungguhnya. Oleh karena itu suatu komponen dapat diganti dengan rangkaian elkivalennya tanpa mempengaruhi keseluruhan sis-tem dimana komponen tersebut berada. Dalam banyak hal, penggantian komponen dengan ekivalennya akan memudahkan dalam analisis rangkain. Istilah rangkaian ekivalen dioda ini sering juga disebut dengan model dioda. Secara umum terdapat tiga macam pendekatan yang digunakan untuk membuat rang-kaian ekivalen suatu dioda semikonduktor. Pendekatan yang paling sederhana adalah model dioda ideal. 1. Dioda ideal menyerupai suatu saklar, bila VD positip saklar akan menutup (dioda ON) sehingga arus ID besar dan bila VD negatip saklar akan membuka (dioda OFF) sehingga arus ID = 0. Model dioda ideal dipakai terutama dalam kondisi apabila tegangan dan resistansi ja-ringan sangat besar, misalnya dalam power supply. 2. Pendekatan kedua adalah lebih lengkap dari model ideal yaitu model dioda sederhana. Rangkaian ekiva-lennya terdiri atas dioda ideal yang diseri dengan tegangan baterai sebesar 0.7 V (untuk dioda silikon). Tegangan baterai ini sebesar tegangan cut-in dari dioda yang bersangkutan. 3. Pendekatan ketiga adalah yang paling komplek yaitu rangkaian ekivalen piecewise-linier. Meskipun rangkaian ekivalen ini dianggap paling akurat, namun bagian nonlinier dari kurva bias maju tetap dianggap sebagai linier. 9. RINGKASAN Dioda semikonduktor dibentuk dengan menyambungkan dua buah bahan semikonduk-tor tipe P dan tipe N. Bahan semikonduktor tipe P mempunyai pembawa muatan mayoritas hole, sedangkan pada tipe N pembawa muatan mayoritasnya adalah elektron. Dengan demi-kian pada persambungan dua bahan tersebut timbul daerah pengosongan. Apabila dioda semikonduktor diberi bias maju, maka arus akan mengalir. Namun apabila dioda diberi bias mundur, maka dioda tidak mengalirkan arus, hanya terdapat arus yang sangat kecil yang disebut dengan arus bocor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar